Iklan

“Agama dan Budaya, serta Tantangan Indentitas Pendidikan Maluku Utara”

Admin
Rabu, 11 Agustus 2021
Last Updated 2022-12-08T18:11:30Z
Premium By Raushan Design With Shroff Templates
masukkan script iklan disini
      Oleh: Muh. Kasim Faisal, S.Pd, M.Pd

Akademisi sekolah Tinggi Alkhairaat Labuha.

Maluku utara merupakan salah satu wilayah yang secara geografi terletak di Indonesia timur dengan luas wilayah 31.982,50 m2, memiliki populasi 1.305.828 serta kepadatan penduduk 41,00/km2. Maluku utara secara demografi memiliki berbagai macam suku dan budaya yang hidup serta mendiami daerah-daerah, baik dari kabupaten Halmahera utara hingga Halmahera selatan (data dari BPS Malut 2020).

Kini salah satu daerah yang memiliki potensi buda yang beraneka ragam serta memiliki ciri khas masyarakat yang ramah, sopan, hingga sikap gotong royong yang masih sekarang ini masih terawatt kearifannya.

Pertumbuhan keragamaan di Maluku utara sangat terawat dengan baik, pemahaman Pluralisme yang masih terjaga hingga sampai saat ini. Walaupun dalam kurun waktu lalu, Maluku utara termauk salah satu daerah yang memiliki sejarah yang sangat kelam yang melibatkan sebagaian besar daerah mengalami konflik horizontal yang berkepanjangan dan Alhamdulillah dengan rasa persaudaraan semua teratasi secara damai, serta membumikan kalimat semboyan “Mari Moi Ngone Futuru” sebagai salah satu kalimat yang mengartikan persatuan tanpa melihat agama, suku, ras dan budaya.

Menurut Zamakhsjari menjelaskan bahwa pendidikan merupakan instrument yang penting dalam kehidupan sosial yang aktif melakukan transformasi peradaban pada suatu masyarakat. Dalam pandangan ini, pendidikan merupakan bentuk yang urgen yang harus diterapkan pada lingkungan masyarakat dalam hal ini adaah lembaga pendidikan formal untuk mempersepsikan aspek yang fundamental peserta didik baik secara kognitif, psikiomotorik dan afektif.

Dalam tahap pengembangannya, masyarakat Maluku utara perlu memahami bentuk dan lajunya modernitas yang dijadikan suatu hal yang “wajib” sebagai langkah kongkrit dalam persaingan pasar global yang kita alami sekarang ini. Oleh karena itu, kelemahan masyarakat dalam bidang ekonomi, politik dan akumulasi nilai sosial mengakibatkan krisis multi dimanensi yang kelemahanya terdapat pada pembinaan dan pengembangan moral bangsa yang tertuju pada penataan moral pengembangan pendidikan di Maluku utara.

Olehnya itu pemerintah diperlukan memperbaharui system pendidikan yang ada di Maluku utara yang masih berorientasi pada “Administrasi ” ke pendidikan yang berbasis “Kolaboratif, serta kurikulum yang pengembangannya bersifat linear ke kurikulum yang berasarkan kompetensi. Dalam paradigma fungsional menurut Zamroni menjelaskan bahawa pentingnya peran sosialisasi untuk melihat peran pendidikan dalam pembangunan meliputi beberapa aspek, yakni, pengembangan kompetensi individu, meningkatkan produktivitas kompetensi dan meningkatkan kemampuan masyarakat yang memiliki kemampuan secara menyeluruh.

Dari pandangan tersebut pemerintah propinsi Maluku utara harusnya mengambil andil dalam mengembangkan setiap potensi yang ada pada diri masyarakat yang khususnya generasi muda yang akan berhadapan langsung dengan pasar bebas telah diterpakan sekarang ini.

Masuknya tenaga asing merupakan salah satu bukti kelemahan pendidikan di Maluku utara dalam mengembangkan potensi masyarakat, sehingga sebagai anak Negri masih menjadi penonton dalam skala besar dan menjadi buruh kasar pada perusahan “asing” tanpa memikirkan “keselamatan”. Oleh karena itu, dalam menghadapi berbagai benturan yang kedepanya lebih besar lagi, pentingnya pemerintah Maluku untara memikirkan secara ekskusif maupun inklusif demi kemajuan pendidikan di Maluku utara.

Secara filosofis, Maluku utara merupakan sebuah daerah yang memiliki karakteristik budaya dan tradisi yang beraneka ragam. Budaya dan tradisi yang beraneka ragam tersebut tidak terlepas pisah dari sejarah Maluku utara yang dikenal dengan “negeri para Raja” yang dimana, terdiri dari kerajaan Ternate, Tidore, Jailolo dan kerajaan Bacan.

Dari sinilah dapat kita mengatakan bahwa negri Maluku utara kaya akan adat, budaya maupun tradisi yang melekat pada diri tiap-tiap individu maupun kelompok. Seperti yang dikatakan oleh Syamsul Ma’rif mengatakan bahwa pendidikan merupakan asas yang terbangun dari dua sudut pandang teoritis filosofis dan praktis. Pendidikan dalam arti teoritis filosofis adalah pemikiran manusia terhadap masalah-masalah pendidikan untuk memecahkan dan menyusun teori berdasarkan pemikiran normartif filosofis maupun historis filosofis. Sedangkan dalam praktis adalah proses pemindahan pengetahuan ataupun pengembangan potensi yang optimal dan mentranformasi nilai yang utama.

Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa, secara kontekstual teoritis filosofi merupakan bentuk dari proses pelaksanaan pendidikan yang berbasis budaya yang ada di Maluku utara yang dimana pada mengacu pada historis filosofis Maluku utara yang memegang erat pada tradisi dan budaya lokal sebagai jati diri bangsa yang berbudaya serta sebagai symbol kemerdekaan dalam berdemokrasi.

Jika secara akademik untuk merealisasi pendidikan berbasis budaya tersebut diperlukan dukungan dan langkah praktik oleh pemerintah propinsi Maluku utara agar generasi kedepanya tidak lagi “kaku” dalam membumikan budaya di Maluku utara.

Sebagai contoh kongkrit bahwa budaya merupakan lambang atau simbol pemersatu kebangsaan jika diaplikasikan dalam pendidikan praktis maka generasi akan terjaga akhlak dan budi pekerti. Seperti diberitakan bahwa di kabupaten Halmahara selatan “direncanakan” keberlakuan bahasa mandarin sebagai mata pelajaran di sekolah. Olehnya itu selain mempelajari bahasa asing diperlukan juga pelestarian budaya dalam pendidikan daerah setempat.

Dalam kurun waktu tertentu, pendidikan agama akan mengakami ”degradasi” dalam kurikulum Indonesia, berbagai macam isu-isu hingga pada opini yang diberitakan bahwa pendidikan agama “terancam” tidak dimasukan dalam kurikulum nasional dan bahkan sekarang ini mata pelajaran pendidikan agama hanya memiliki waktu pelajaran lebih sedikit dari mata pelajaran umum lainya.

Menurut Kausar Azhar menjelaskan bahwa pedidikan agama di sekolah harus ada dan penting adanya. Namun, posisinya sebagai pelengkap yang tidak tergantikan serta pendidikan agama memberikan kontribusi yang tidak diberikan oleh mata pelajaran lain. Dimana dalam pandangannya mengatakan bahwa pendidikan agama mengacu pada karakter, pendidikan akhlak, meningkatkan kualitas kalbu dan rohani setiap manusia individu maupun kelompok.

Oleh karananya, pemerintah propinsi Maluku utara mengambil langkah taktis dalam membijaki permasalahan yang akan hadir pada fase bonus demografi yang akan hadir baik dalam bentuk kebijakan pemerintah dalam membina generasi Maluku utara kedepanya. Dalam hal ini Maluku utara memiliki identitas yang mengendepankan nilai-nilai moral pada tradisi dan budaya serta agama merupakan tumpuan utama masyarakat Maluku utara.

Dengan identitas inilah Maluku utara dikenal dengan “Negeri Para Raja” yang dijunjung pelosok negeri. Dengan demikian pemerintah Maluku utara yang lebih khususnya jajaran pemerintah se-kabupaten lebih jeli memperhatikan mutu pendidikan yang berbasis global serta memberikan ruang secara aktif terhadap pendidikan agama dan budaya secara formal agar identitas dan filosofis kita sebagai anak negeri tidak hilang oleh zaman bahkan menjaga jaman…

iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stars Rally to Beat Predators in Winter Classic at Cotton Bowl

Related Posts